Wednesday, July 25, 2012

How a Heartbreak is Unfair


Selamat berbuka puasa bagi yang menjalankan,
setelah seharian dikamar karena sakit yang mendera akhirnya ujung-ujungnya cuma ngeliatin notebook yang nganggur dan ga tahan juga buat nulis. huhu

saya masih ada hutang cerita kedua mengenai kehidupan saya belakangan, yaitu cerita cinta. haha. oke saya akan mulai bercerita..

Ceritanya diawali pada dua tahun yang lalu, saat-saat saya masih gamang dalam menentukan pilihan mengenai pasangan. Saya menilai pasangan saya saat itu tidak sesuai sepenuhnya dengan keinginan saya, dan  sifatnya yang terlalu cuek ternyata membuat saya lelah tetapi sayapun sudah lelah untuk memulai hubungan baru. 

Sampai datang orang baru dalam hidup saya dengan segala pengharapan dikepala saya, saya mulai mengenalnya. Dia pribadi yang menarik, simpati, baik, dan menyenangkan. Dia datang dengan semua pesonanya dimata saya. Nyaris tanpa cacat!

Sebagai seorang wanita yang memiliki kekasih tentu hati saya gamang, tetapi saya putuskan untuk jujur mengatakan semuanya ke pasangan saya, tentang dia dan orang baru itu di hati saya. Pada saat itu saya masih berfikir kalau pasangan saya benar-benar mencintai saya, dia pasti akan berusaha mempertahankan saya apapun caranya. Ternyata perkiraan saya salah, dia memilih meninggalkan saya dengan berbagai alasan.  Dan disaat saya membutuhkan tempat untuk mencurahkan semua perasaan saya, orang baru itu selalu setia menemani saya, dalam suka maupun duka, bahkan bisa dibilang waktunya 24 jam hanya untuk saya.

Dua tahun berlalu, dan orang baru telah menjelma menjadi kekasih hati saya. Tidak ada kegamangan sedikitpun tentang dia di hati saya. Saya mencintainya. Ya sepenuh hati, jiwa dan raga saya yang ada dibenak saya hanya dia seorang. 

Namun ternyata keadaan sudah tidak sama, cintanya pada saya sudah tidak sama seperti awal dia hadir di kehidupan saya, sinarnya melemah bahkan hampir mati. Waktunya yang dulu hampir 24 jam milik saya, sekarang bahkan satu jampun tidak saya dapatkan. Tidak pernah ada telepon dari dia, hanya ada pesan melalui blackberry messenger yang dulu tidak disukainya. Itupun hanya membalas pesan saya.

Saya sangat menyadari semua perubahan yang terjadi, tetapi saya terlalu takut menerima kenyataan kalau hatinya sudah tidak untuk saya. Saya membiarkan semua larut. Dia larut dalam dunianya, dan saya tetap larut dalam impian saya. Impian saya tentang pernikahan, anak, dan sebagainya. Bukan saya tidak pernah resah tentang pernikahan mengingat usia saya sudah cukup untuk menikah dan desakan banyak keluarga, tetapi saya ingat perkataannya tentang persoalan hidup yang sedang menderanya dan pertengkaran-pertengkaran kami setiap membicarakan pernikahan, maka saya bungkam. Saya tidak pernah bercerita keresahan saya tentang permintaan ibu dan nenek saya tentang pernikahan. Karena saya takut itu hanya akan mengganggunya.

Beberapa bulan sebelum keberangkatan saya ke kalimantan dia harus menjalani pendidikan ke Surabaya. Sesungguhnya hati saya resah bukan kepalang, karena saya tahu apapun bisa terjadi disana, karena saya juga tahu saya sudah tidak ada di hatinya. Hampir setiap hari saya hanya bisa menulis pesan "jangan nakal" sambil menahan sedih. 

Beberapa kali pula dia pulang ke Jakarta, dan saya sengaja bertanya apa alasannya pulang, "kangen rumah", "kangen mama" jawabnya, saya tidak pernah menyalahkan jawabannya walaupun saya sangat ingin mendengar dia bilang rindu saya. Tapi biarlah saya simpan semua sendiri. Melihatnya ada didepan saya saja sudah membuat saya senang bukan kepalang. 

Menjelang keberangkatan saya ke Kalimantan dia pulang. Dan kamipun menghabiskan hari bersama, saya berdoa dalam hati "semoga keadaan berubah ketika saya kembali 1 tahun lagi, dia yang saya cintai telah kembali menjadi dia yang membuat hati saya bergetar". Dia mengatakan banyak pesan untuk saya, supaya saya tidak nakal dan bisa menjaga diri, dan saya sibuk dalam hati "sayang, tanpa kamu pesan padaku, akupun pasti hanya akan menjaga diriku untuk kamu. Karena semua kasih dan cintaku sudah kuserahkan pada kamu tanpa sisa".

Dua minggu setelah saya di Kalimantan, alarm ponsel saya berbunyi "2nd anniversary", ya saya memang selalu menyimpan semua tanggal penting di penanggalan ponsel karena saya sangat lemah dalam mengingatnya. Saya langsung mengirimkan pesan,
"selamat anniversary"
"?" jawabnya
"alarm handphone saya berbunyi kalau sekarang 2nd anniversary kita"
"oo" jawabnya.
Ya Tuhan, sedihnya hati saya. Apakah benar-benar sudah padam cintamu untukku kekasih?

Siang hari saya meneleponnya, tetapi responnya sangat datar, bahkan terdengar malas menjawab telepon saya. Saya berusaha pura-pura tidak mendengar respon malasnya dan tetap mengajaknya bicara. 

Malam hari, ketika dia tidak membalas pesan saya dengan semangat akhirnya saya putuskan untuk bertanya. "ada apa? kenapa kamu seperti malas sekali menjawab semua pesan dan telepon saya",
"sepertinya saya sudah tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi"

Ya Tuhan, Ya Allah, Ya Rabb,
hati saya hancur sekali, tangisan meledak dikamar diujung kalimantan ini. Saya merasa dia sengaja memilih meninggalkan saya saat saya jauh tidak berdaya. Banyak pikiran berkecamuk di kepala saya, saya benci dia.
Ketika semua kata-kata emosi tanpa sadar saya berikan kepadanya hanya dibalas dengan kata-kata "maaf" atau "siap menerima karma" saya tiba-tiba muak.

Berhari-hari saya larut dalam kesedihan dan amarah mendalam. Berhari-hari saya mengirimkan pesan tanpa kontrol kepadanya. Sampai akhirnya diapun ikut larut dalam marah,
"masih untung saya putuskan hubungan ini melalui bbm"
"masih untung saya tidak selingkuh"
"masih untung saya masih ada untuk kamu"
tahukah kamu, kamu yang saya kenal sudah lama menghilang dari hidup saya. Tetapi raga yang saya cintai memang tetap sama.

Kata-kata itu selalu terngiang di kepala saya hingga saat saya menulis. Sakit itupun masih terasa hingga kini. Tetapi saya memutuskan berhenti menuliskan kata-kata amarah saya kepadanya. Berusaha untuk tetap hidup dengan sakit di hati saya. Masih ada tanya di hati saya, kenapa dia memilih waktu meninggalkan saya saat saya berharap penuh padanya? saat saya kesepian sendiri berjuang hidup disini?

Kemarin, dia mengirimkan sms bermaafan karena bulan ramadhan. Malas sekali rasanya saya membalasnya. Karena jujur, saya tidak pernah berhenti marah padanya sampai hari ini, karena saya masih terbelenggu dengan cinta saya untuknya.

Sekarang, saat ini, dan mungkin sampai waktu yang tidak bisa saya tentukan, saya memilih untuk menikmati kesendirian saya, mengenali lebih jauh sifat dan pribadi saya. Saya terlalu takut untuk merasakan rasanya ditinggalkan lagi..
Terlalu menyakitkan kalau saya harus merasakan ini lagi atau mengajak orang lain dalam duka lagi? Sungguh itu bukan pilihan terbaik rasanya. Biarlah saya sendiri mencoba mengobati luka ini.


tanjung selor, 25/07/2012


Balada Putus Cinta

No comments: