Wednesday, August 08, 2012

Poligami

Entah apa yang ada di benak para pria ketika mereka memutuskan berpoligami dengan dalih menjauhkan diri dari dosa. Saya tidak bisa menebak apakah mereka memikirkan akan istri yang mungkin selama berpuluh tahun mendampinginya ataupun anak-anak yang telah mereka miliki bersama.

Banyak sekali dalih yang dapat membenarkan poligami, tetapi apakah para pria yang tentu kehidupannya berkecukupan ini bisa bersikap adil kepada dua, tiga, atau empat istri?  Dan apakah para wanita yang di poligami ini ikhlas dengan cap masyarakat tentang "istri tua" atau "istri muda" yang terasa sangat tidak nyaman di telinga saya.

Pola pikir laki-laki di negeri ini memang jauh dari pola pikir "feminisme" dimana kita diajarkan untuk membela hak-hak wanita seutuhnya, termasuk hak untuk bahagia. Allah SWT memang membenci perceraian  akan tetapi Allah SWT pula yang membolehkan perceraian. Karena Allah SWT saya yakin tidak ingin ada umatnya yang mengalami kesedihan disepanjang kehidupannya. Bukankah menikah, menjadi istri, dan menjadi ibu seharusnya menjadi ladang amal jika kita melakukannya dengan ikhlas? Lantas apakah ladang amal itu akan benar-benar menjadi ladang amal jika kita melakukannya dengan perasaan terpaksa?

Cinta memang tidak dijamin akan terus ada selama berpuluh tahun berumah tangga, karena cinta perlu pupuk yang harus terus diberi agar terus tumbuh. Akan tetapi, keutuhan komitmen dalam berumah tangga lah yang harus selalu dijaga. Sebetulnya saya sangat setuju dengan trend di barat tentang perjanjian pra nikah, karena itu akan menjamin kehidupan istri, paling tidak kita bisa memberikan point-point yang kita butuhkan agar dapat menjalankan rumah tangga dengan tenang nantinya walaupun tidak ada jaminan disana.

Saya sangat menyukai sebuah kutipan dari sebuah buku asma nadia yang judulnya Catatan hati seorang istri. Disana ada kutipan kalimat seorang bapak yang dijumpainya,

"Jika saya menikah lagi, Pertama, kebahagiaan dengan istri kedua belum tentu... karena tidak ada jaminan untuk itu. Apa yang di luar kelihatan bagus, dalamnya belum tentu. Hubungan sebelum pernikahan yang sepertinya indah, belum tentu akan terealisasi indah. Dan sudah banyak kejadian seperti itu"

"Sementara luka hati istri pertama sudah pasti, dan itu akan abadi."

"Sekarang bagaimana saya melakukan sebuah tindakan untuk keuntungan yang tidak pasti, dengan mengambil resiko yang sudah pasti dan permanen?" (Hal.5)

hmm, seandainya saja kalimat ini diresapi oleh banyak laki-laki di negeri ini dan seandainya saja para perempuan mau membuka mata lebih besar lagi, bahwa kehidupan dunia harus dilalui dengan bahagia. :)


Tanjung Selor, 8/8/2012


Menunggu berbuka puasa.

No comments: