Saturday, January 10, 2009

ketergantungan perempuan pada pasangannya

Perempuan adalah mahluk yang cenderung lebih besar rasa ketergantungan pada pasangannya. Karena begitu besarnya keinginan untuk disayangi dan dihargai pasangan membuat perempuan takut kehilangan, sehingga berusaha bertahan meskipun tidak bahagia. Bahkan ngga sedikit yang mau berkorban demi sebuah cinta. Diselingkuhi berkali-kali, mendapat kekerasan dalam rumah tangga, bahkan tidak sedikit yang mendapat tuntutan untuk menjadi budak bagi pasangannya. Apakah ini semua karena cinta? Atau rasa tak berdaya yang begitu besarnya? Kenapa seorang perempuan menjadi sosok yang begitu buta dalam mencintai pasangannya? Mengapa tidak berusaha menjadi sosok yang mandiri?

Itulah problematika wanita..
stereotip gender yang masih sangat identik dengan kebanyakan perempuan Indonesia yang mengidentikkan bahwa perempuan adalah mahluk lemah, rapuh, cengeng, dan tidak bisa eksis tanpa bergantung pada laki-laki merupakan dampak dari budaya patriarki yang masih kuat di Indonesia.

Karena mental yang tidak mandiri ini ngga heran kalo banyak perempuan merasa takut hidup tanpa pasangan dan mau berkorban secara buta demi cinta. Ketakutan ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah :

1. Demografi, di Indonesia jumlah perempuan jauh lebih banyak daripada jumlah laki-laki sehingga menyebabkan perempuan cenderung mau saja menerima apa yang diperbuat pasangannya. Bahkan untuk sebuah poligami.

2. Faktor sosiologi & psikologi. Meski telah terjadi feminisasi dibidang pendidikan dan pekerjaan, relasi sosial yang terjadi di masyarakat sampai sekarang masih saja timpang antara laki-laki dan perempuan. Ini terbukti dari stereotip kalau laki-laki lebih kuat daripada perempuan.

3. Faktor ekonomi. Sekalipun perempuan sudah banyak yang memasuki dunia kerja bahkan memberikan kontribusi besar bagi keluarga dan tak jarang menjadi tulang punggung satu-satunya dalam keluarga. Namun pada relasi suami-istri tetap saja kaum hawa berada pada posisi yang terpinggir. Karena posisi dan kekuasaan suami masih sangat kuat sebagai kepala rumah tangga yang bisa berbuat apapun. Padahal hubungan suami-istri yang sehat adalah hubungan yang setara, saling berbagi, dan bertukar pikiran.

Oleh karenanya untuk menyikapinya perempuan harus mempunyai life skill yang cukup bahkan lebih dari cukup. Keahlian yang optimal akan membuat perempuan berani hidup mandiri. Menyadari bahwa setiap manusia memiliki potensi. Ketergantungan pada pasangan adalah hal yang wajar tetapi tidak boleh membiarkan diri kita tidak berdaya, dan harus tetap melakukan hal-hal dasar untuk diri sendiri.

Independensi dipengaruhi kepribadian. Dengan membangun kepribadian positif kita bisa memulai dengan tahu apa yang tepat bagi hidup kita.Serta kepercayaan diri, perempuan harus percaya pada kemampuan dirinya. Dengan demikian akan dapat menyelesaikan semua masalah dengan baik.

Source : problematika majalah kartini

No comments: